Asa
Memandang
indah nya sang bintang. Menatap penuh harapan. Berharap ada keajaiban kan
datang kepadaku. Masa depanku masih panjang. Berharap kan lebih baik dari masa lalu.
Terdiam ku terdiam. Merenung dan
berfikir. Apa yang akan aku tulis. Kebingungan melanda. Tak seperti biasanya yang dengan mudah ku buat karya-karya
yang indah. Berfikir keras. “huh…ada apa denganku hari ini” keluhku. Kutenangkan
hati dan fikiranku sejenak. Mungkin akan mempermudahku membuat berfikir.
Ya .. aku adalah seorang penulis.
Mahasiswi jurusan seni. Senang menggeluti dunia seni apa lagi menulis. Aku
sudah menghasilkan banyak karya. Tak sedikit pula yang sudah dipublikasikan.
“Sa..!” suara lirih mendekat
kearahku. Ya.. Asa Kartika, itulah namaku. Teman temanku sering memenggilku Asa.
Ku toleh kebelakang ternyata
sahabatku Dinda yang memanggilku.
“Ada apa din?” tanyaku
“Ada kabar baik!”jawabnya
“apa?apa?” ku jawab dengan
penasaran.
“salah satu karyamu diterbitkan
lagi di majalah”
“benarkah ?? alhamdulillah”
“aku ikut senang!” jawabnya
“makasih din !”
Dinda adalah sahabatku sejak SMP.
Semua hal kulakukan bersamanya. Apa apa selalu sama. Tapi hal itu sekarang
berubah. Semenjak Dinda memiliki seorang kekasih. Kemana-mana slalu bertiga. Awalnya
senua berjalan baik. Kemana mana bertiga. Tapi lama kelamaan Dinda semakin
mejauh dariku. Mungkin dia tidak mau ku ganggu saat saat bersama kekasihnya.
Yha .. aku maklum. Namanya juga orang sedang jatuh cinta.
Tetapi berbeda denganku. Tak
sedikitpun terbesit di benakku untuk memiliki seorang kekasih bahkan suami.
Sebenarnya ayah dan ibuku pun sudah bertanya tanya kepadaku kapan aku segera
menikah. Yha … memang mereka inginkan aku segera menikah. Mengingat umurku yang
sudah tidak muda lagi.
“nduk!!” panggilan ibu yang
ditujukan padaku.
“ada apa bu?”
“ibu mau nomong nduk!”
Dengan wajah penasaran ku jawab
“ngomong tetang apa bu ?”
“kapan kamu mau menikah nduk ?”
dengan wajah berharap.
“hmm.. bu, aku masih belum mau
menikah! Aku masih senang bergelut dengan pekerjaanku ini bu !” jawabku dengan
bingung.
“ibu tau nduk! Tapi apa tidak
sebaiknya jika kamu mempunyai seorang suami to? Ibu juga sudah kepingin nimang
cucu nduk !” jawab ibu tegas.
Aku hanya terdiam, memandang wajah
ibupun aku tak berani. Aku takut ibu
kecewa kepadaku!. Sesekali aku berfikir tentang hal itu. Ingin rasanya
membahagiakan orang tuaku. Tapi apa daya. Aku belum tertarik dengan yang
namanya ‘menikah’. Aku masih senang bergelut dengan dunia seni. Aku masih
senang hidup sendiri. Dan alasan lain, yang paling penting adalah aku mengidap
sakit asma angkut. Kata dokter hidupku sudah tak lama lagi. Memang sih ..
dokter tidak bisa menentukan hidup kita. Hanya Allah yang tau kapan takdir kita
mati. Aku hanya pasrah menghadapinya. Ku jalani hidupku seperti biasa. Seperti
tidak terjadi apa apa dalam hidupku. Tetap semangat dan terus semangat.
Pada suatu hari, aku berkunjung ke
sebuah toko buku dekat kampusku. Saat itu aku sedang melihat lihat buku untuk
bahan tambahan tugas kuliahku. Pada saat itu juga aku bertemu dengan seorang
lelaki. Yang parasnya tampan, tinggi, putih, rambut sedikit ikal. Hmm.. tak
tahu kenapa pada saat itu juga jantungku berdetak lebih cepat. “duh.. ada apa
sih ini, ada apa sih denganku ini ?” suaraku dalam hati.Pada saat itu juga
laki-laki itu mengajakku berkenalan. Entah ada angin apa aku juga tak tahu. Aku
pun menanggapinya. “haha… aneh banget sih!” suaraku lagi dalam hati.
Sejak saat itu aku sering
berkomunikasi dengannya dan tak jarang juga aku jalan bareng dengannya. Hari-
hari ku lewati dengannya. Tanpa kusadari ternayata aku sudah jadian dengannya.
Aku sendiripun bingung. “haha.. tak kusangka!” seruku.
Hari itu aku ada janji dngan Bang
Harlan. Yha … aku memenggilnya Bang Harlan. Aku dan Bang Harlan pergi ke toko
buku, Bang Harlan sedang mencari buku untuk tambahan tugas kuliahnya. Setelah
itu aku dan Bang Harlan mencari tempat makan. Karena kita berdua udah laper
banget. Tak tau kenapa setelah makan aku merasa mual. Lalu aku bilang ke Bang
Harlan aku mau ke kamar kecil dulu. Waktu di kamar mandi aku muntah darah. Dan tiba
tiba seluruh ruangan menjadi putih.
Setelah aku sadar, aku tak tahu aku
berada dimana. Di sebelahku sudah ada Bang Harlan yang menemaniku.
“Bang sekarang aku ini ada dimana
?”tanyaku
“Kamu sedang ddi rumah sakit adikku
sayang!”jawabnya
“Aku kenapa Bang?”
“kamu tadi pingsan sewaktu kamu ke
kamar kecil”
“Aku gak papa kan Bang ?”
“Kamu gak papa kok! Alhamdulillah!”
Sejak saat itu, aku hanya terdiam
terbaring lemah di atas tempat tidur. Tetapi Bang Harlan slalu menemaniku. Jadi
aku tak perlu khawatir lagi. Karena masih ada yang merawatku. Pada saat itu
orang tuaku tidak sedang berada di rumah. Mereka sedang pergi keluar kota . Sengaja aku tak
memberitahu orang tuaku. Aku takut mereka khawatir. Cukup Bang Harlan saja yang
tahu.
Saat Bang Harlan sedang kuliah aku
sendirian berada di raung pavilion.Hari itu Aku merasa seakan akan ajal akan
menjemputku. Dengan menahan rasa sakit aku sempatkan menulis surat dan yang akhirnya ku masukkan ke sebuah
amplop:
Isi surat :
“Jika hari ini, esok, ataupun hari hari
yang akan datang aku tlah tiada, meninggalkan dunia yang fana ini. Aku harap
jangan ada yang menangisi kepergianku ini. Tangisanmu sama dengan siksa kubur
bagiku. Tersenyumlah saat aku tlah tiada, karena senyummu adalah selamat
bagiku. Dan pesan untuk orang tuaku maafkan anakmu ini yang sampai saat ini
belum bisa memenuhi keinginanmu. Maaf maaf maaf. Hanya kata itu yang bisa
kuucapkan. Aku harap semua bisa menerima kenyataan ini.”
By : Fitria Rizki
Ramadhani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar