Surat Kecil
Sewaktu
kecil aku memiliki seorang sahabat sejati. Sahabat yang selalu menemaniku
disaat sedih maupun senang. Dia bernama Biru, parasnya sangat cantik sekali.
Berambut panjang sedikit ikal dibawahnya. Dia juga mempunyai lesung pipit di
pipinya, sehingga saat dia tersenyum terlihat sangat manis sekali.
Ketika itu, aku dan Biru masih kelas 4
Sekolah Dasar. Kami setiap hari pulang pergi sekolah bersama. Mengerjakan
pekerjaan rumah bersama. Pergi ke kantin bersama. Kemana-mana selalu bersama.
Bisa diibaratkan seperti saudara kembar yang tak bisa dipisahkan.
Pada suatu hari setelah pulang
sekolah, aku dan Biru sengaja pergi ke sebuah lapangan untuk berteduh dibawah
pohon. Karena siang itu benar-benar panas. Serasa matahari tepat berada diatas
kepala. Sambil meneguk es kelapa muda tiba-tiba Biru berkata “Ngga, gimana kalo
kita masing-masing menulis sebuah surat. Yang isinya seperti apa kita pada saat
umur 20 tahun nanti, surat itu nanti kita masukin kedalam botol kemudian botol
itu kita tanam di bawah pohon ini biar kita ingat persahabatan kita saat tua
nanti. Tapi sebelumnya kita harus janji dulu gak boleh ada yang buka surat ini
sebelum kita sama-sama berumur 20 tahun nanti. Ditempat yang sama, jam yang
sama pula kita bertemu disini untuk membuka surat ini. Janji?” “Baiklah aku
setuju. Janji!” jawabku. Kemudian aku dan Biru menulis surat yang itu. Biru
tidak mengetahui surat yang kutulis. Begitupun
denganku, aku juga tidak mengetahui apa yang ditulis oleh Biru.
Kejadian itu berlalu. Sekarang aku dan
Biru sudah kelas 1 SMP. Suatu hari tiba-tiba ayahku berpindah tugas ke Bandung.
Itu membuat aku harus ikut pindah juga dan otomatis aku juga harus meninggalkan
Biru sahabatku selama ini. Begitu sedih aku menerima kenyataan ini. Tapi mau
gimana lagi. Aku harus malanjutkan hidupku.
Hari yang tak kutunggu-tunggu datang.
Aku dan keluargaku sudah siap untuk pergi dari desa ini. Tempat yang penuh
kenangan bersama Biru. Aku menangis saat berpamitan kepada Biru. Rasanya tidak
ingin meninggalkannya. Sebelum aku pergi Biru berpesan kepadaku “Ngga, kamu
jangan pernah lupain aku ya. Selalu ingat aku dalam hatimu ya!”. Pesan itu
selalu kuingat sampai saat ini.
Sekarang umurku sudah genap 20 tahun.
Beberapa hari lagi adalah hari yang kutunggu-tunggu selama beberapa tahun. Hari
yang sudah kusepakati untuk membuka surat itu. Aku sengaja untuk datang ke
kotaku dulu beberapa hari sebelum tanggal itu.
Setibanya disana aku langsung saja
menuju kerumah Biru. Namun yang ada hanya si mbok. Aku berfikir apa Biru dan
keluarganya sedang pergi. Setelah dipersilahkan duduk aku langsung
menanyakannya pada si mbok.
“Mbok, kok sepi amat emang yang
lainnya pada kemana?”
“Ehm...ehmm anu den”
“Anu gimana to mbok? Bikin bingung
aja.”
“Se.. see.. sebenernya pada ke rumah
sakit semua den”
“Memangnya yang sakit siapa mbok?”
“Lebih baik den Angga kesana saja”
“Sebenarnya siapa sih mbok yang
sakit, jadi penasaran saja.”
“sudah den kesana saja. Ini mbok
kasih alamatnya.”
“Baiklah mbok, saya pergi dulu ya”
Setelah
menerima kertas kecil yang berisi alamat rumah sakit tersebut. Aku langsung
menuju rumah sakit yang ada di kertas itu. Tak lama kemudian akupun tiba
dirumah sakit tersebut. Langsung saja aku menuju ruangan yang diberitahu si
mbok tadi. Setelah beberapa menit mencari, akhirnya ruangan itu ketemu. Akupun
mengetuk pintu dan sedikit demi sedikit membuka pintu ruangan itu. Aku sangat
terkejut, ternyata Biru yang terbaring diatas tempat tidur itu. Kepala yang
dulu ditumbuhi rambut panjang itu sekarang telah sirna. Kepalanya menjadi
botak. Begitu mengiris hati melihatnya.
Aku
menghampirinya. “Kamu sakit apa Ru? Kok gak bilang-bilang sama aku?” tanyaku.
“Maafkan aku ya Ngga.” jawabnya sambil meneteskan air mata. Aku tak bisa
berkata apa-apa lagi. Aku langsung keluar ruangan dan menumpahkan semua air
mataku. Aku tak sanggup melihat Biru seperti ini. Tanpa kusadari ternyata Tante
Eny mama Biru sudah sejak tadi ada di belakangku. Dia langsung memelukku. Sambil
menangis dia berkata “Kamu harus menjaga Biru sampai akhir hayatnya. Biru
mengidap penyakit kanker otak stadium akhir Ngga.” Tak bisa berkata apa-apa
lagi aku menangis dan menjatuhkan diri kelantai. Hari itu penuh dengan tangisan
bagiku.
Setiap
hari aku terus merawat Biru yang
kondisinya semakin melemah. Suatu ketika saat aku sedang berada dirumah Biru
untuk mengambil keperluan. Tiba-tiba Hpku berbunyi, ada telfon dari Tante Eny.
Karena tante Eny menangis sehingga tidak begitu jelas apa yang dikatakan..
Pasti ada sesuatu yang terjadi pikirku. Aku segera saja menutup telefon dan
bergegas menuju rumah sakit kembali.
Ternyata
benar apa yang aku pikirkan. Di ruangan itu aku melihat Biru sudah tidur
meninggalkan orang-orang yang dia sayang. Akupun tak dapat membendung tangisku.
Dengan ikhlas aku menerima kepergiannya. Mungkin ini memang jalan terbaik. Dia
pasti bahagia disana. Ada sedikit rasa bahagia karena aku sudah bisa menjaganya
di hari-hari akhirnya.
Setelelah
pemakaman Biru hari itu juga. Aku baru sadar kalau hari itu adalah hari yang
kutunggu selama bertahun-tahun. Aku segera saja menuju ke lapangan yang dulu
aku bersama Biru menulis surat itu. Aku tiba disana tepat pada jam yang
dijanjjikan seperti dulu. Dengan segera aku menggali lubang dibawah pohon itu
dan menemukan botol yang dulu aku tanam bersama Biru. Aku membuka botol surat
Biru . aku menangis lagi saat membaca surat yang ditulis Biru itu.
“Ini impianku saat aku berumur 20 tahun kelak.
Seperti namaku ‘Biru’ aku ingin terbang bebas menembus langit biru diangkasa
bersama kenangan-kenangan dan impian-impianku. Lepas dari dunia yang fana ini.
Dan bahagia di dunia yang berbeda disana. Di langit ketujuh.” Impiannya benar-benar
terjadi. Dia sudah berada ditempat yang dia inginkan selama ini.
Kini
hari-hariku kembali seperti biasa setelah kepergiannya. Biarpun kini raganya
tlah tiada, tapi kasih dan sayangnya selalu ada. Tersimpan erat diruang hatiku.
smasa magetan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar